DREAMING WHEN I’M SLEEPING
Detakan
lantai itu membangunkanku dari tidur malamku. Setiap kali aku membayangkan
malam itu terjadi lagi entah pada malam yang akan datang. Aku mulai gemetaran
dan menggigil saat terbangun. Sesekali aku mencoba mengulang dan berada di
tempat ang sama dan mengingat kejadian itu terulang kembali. Sangat membuatku
ketakutan dan penasaran. Malam itu tiada angin yang mengoyak rindangnya
pepohonan depan bilikku.
Udara begitu
hampa dan membuatku tidak bisa tidur. Didampingi sepasang selimut yang ku
pasangkan di seluruh badanku. Bersama dengan sepasang headset kudengarkan
nyanyian malam yang merdu nan penuh dengan mistis. Pudar tak membekas,
tinggalah sebuah trauma yang penuh dengan misteri.
Sungguh
terasa berat badan ini untuk bergerak. Ada yang membebaniku. Ada yang
menahanku. Ada yang menyuruhku, dan juga memaksaku. Tapi entah siapa itu akupun
tak mengerti. Cukup menyenangkan apabila aku mulai menyadarinya. Ketika malam
itu penuh dengan kejutan yang membuatku merasa bimbang, seseorang datang
bersama kelelahannya menemaniku dalam kesenderianku yang penuh dengan aura
mistis.
Dia merayuku
dengan tatapan mata yang tak bisa kulihat karena tak ada penerangan. Aku tahu
siapa dia. Tapi aku tak tahu bagaimana dia melakukannya. Malam yang membingungkan.
Aku mulai terjatuh di depannya. Sangat sulit untuk bertahan dan menghindarinya.
Memaksaku dengan hipnotisnya. Mulai saat itu aku bertekad untuk membalaskan
emosionalku. Tapi kepada siapa akupun tak tahu.
Dia memulai
hipnotisnya, aku mulai menuruti setiap kode yang diberikan padaku. Sulit
rasanya untuk melawan dan mengusirnya dari diriku. Awalnya aku sangat berontak
dan tak terima dengan sikap fanatiknya, namun dia terus memaksaku, mengajakku
dalam dunianya walaupun hanya sesaat. Aku sangat ketakutan sehingga satu kata
pun tak terucap. Ada apa dengan diriku. Apa maunya. Sulit untuk ditebak.
Hariku
berjalan dengan cepat. Walau terkadang terasa lambat disaat aku mulai jenuh dan
bosan. Hidupku penuh dengan kejutan. Tetapi sama sekali kejutan itu tak berarti
apapun dimataku. Yang ada hanyalah sebuah keegoisanku. Meski begitu bukan
berarti diriku tak berpegang pada prinsip kesetiaan, malahan sebaliknya.
Sejenak aku
mulai berpikir dan merenung apa yang akan aku lakukan pada diriku sendiri suatu
saat nanti. Aku tak mengerti dengan jalan takdirku sendiri. Mungkin karena aku
sulit untuk mempercayai apa itu takdir. Tapi aku selalu berharap untuk percaya
kepada siapapun.
Cukup
menyenangkan rasanya hidup sendirian selama ini. Tiada yang mempedulikan dan
membutuhkanku. Aku lebih senang begitu. Mungkin orang – orang tak tahu aku
sebenarnya. Mereka hanya menebak dan melihat diriku dari satu sisi saja. Aku
juga lebih senang jika mereka begitu. Aku lebih senang jika mereka tak
memandangku. Tapi bukan berarti aku tidak butuh orang lain. Hanya saja aku
lebih suka kesendirianku. Malam mengerikan itu terus membayangi hari - hariku.
Dia tak mau
pergi dariku. Maka tak heran aku sangat keberatan jika mengingat tentang malam
yang kelam itu. Sepertinya aku mengenali detakan kaki itu. Seperti tidak asing
bagiku. Bahkan begitu sering aku mendengar langkah kaki itu. Tapi siapa aku
masih mencari jejaknya. Sampai saat ini pun tak pernah kutemui walau hanya satu
jejak saja. Aku tidak menyerah begitu saja. Mungkin ini seperti awal pencarian.
Tidak mudah, dan memang butuh proses waktu yang lama.
“Deg...
Deg... Deg...”
Aku masih
mengingat betul detak kaki itu. Di malam yang sunyi itu tinggalah aku seorang
diri di sepenggal rumah kecil yang jarang terpehuni. Sesekali aku datang dan membersihkannya.
Karena begitu banyak cerita yang dapat ku ingat di tempat itu. Lama, lama
sekali.
Dunia malam
kecilku adalah bersama sepasang headset dan handphone yang jadul. Setiap hendak
tidur aku selalu memakainya. Waktuku sebagian besar hanya bermain dan melamun.
Hobiku sungguh membosankan dan sulit untuk aku kembangkan.
“ Krek..
Dreg...”
Aku masih
mendengarnya. Kenapa selalu terbayang dan tak pernah aku lupakan. Aku ingin
mengenangnya. Tapi bukan untuk menghantuiku sepanjang mimpi dalam tidurku. “ Let
me to be free and gone forever “.
“ Stayed
with me and your soul will be hurt “. The other side of me said like that. So
I’m so confused and afraid.
Aku tetap
bertahan dijalanku. Tak seberapa itu menyakitiku. Semua begitu mudah untuk aku
lalui. Tapi ada satu hal yang ingin aku cari tahu tentang jati diriku. Sesuatu
yang harus aku temukan untuk masa depanku nanti. Tapi aku belum menemukannya.
Satu harapanku untuk bisa sabar dan bertahan di jalanku. Jalan kebenaran.
Dia
memintaku untuk meneruskannya walau aku tak mau. Aromanya begitu menyengat
hidungku sehingga aku sulit untuk bernafas. Perlahan dia menggapaiku. Dia
mendapatkanku. Aku melawan. Tapi aku terlalu lemah dan tak seimbang dengannya.
Hatiku begitu rapuh. Aku menurutinya. Keringatnya mulai berjatuhan didepanku.
Aku sungguh tak kuat menahannya. Tangannya mencoba untuk menahan tubuhku yang
kecil. Beberapa kali ia terlalu keras dan kasar. Aku sangat ketakutan pada saai
itu. Kakinya yang kecil dan kuat itu mencoba menendangku. Aku hampir bisa
menghindarinya. Tapi dia terlalu kuat dan memaksa.
Dentingan
jam dinding membuat suasana menjadi mistis. Angin semilir sesekali untuk
mendinginkan badanku. Beberapa waktu kemudian air hujan membasahiku. Wajahku
begitu dingin dan lembab. Beberapa tetes air aku minum. Giliran tangannya
mengusap rambutku. Kasar dan agak kuat. Aku tak bisa menjerit. Mataku tetap
saja terpejam. Sulit untuk dibuka dan melihat apa yang sebenarnya terjadi
didepanku. Wajahnya tiba – tiba memerah dan berbisik tepat di telinga kananku.
“ You are
the best “.
Aku tak
begitu mengerti dengan kata – kata yang di ucapkannya. Di telingaku hanya
terdengar lelucon bagi anak kecil. Saat itu aku memang masih kecil, menginjak
dewasa. Dalam hatiku hanya berkata, Just Kidding Child. Aku juga tak yakin bahwa
kata itu yang di ucapkan. Tapi aku merasa sangat ketakutan ketika mendengar
kata – katanya.
“Just stay
and quietly”.
Aku mencium
bau yang sangat menyengat. Sebelumnya aku tidak pernah akan mengira akan
menciumnya sebelum saatnya tiba. Hidungku terasa tersumbat dan sesak sekali
untuk bernafas. Dia mendakapku terus. Sampai aku mendengar ayam membangunkanku.
Aku lelah dan bingung. Apa yang harus aku lakukan nanti. Biarkan waktu berlalu.
Dan saat itu juga aku akan melupakannya. Pagi yang begitu cerah. Embun di
dedaunan yang hijau membuatku bangkit.
Sinar
matahari yang agak redup membuat hatiku terasa nyaman dan damai. Semilir angin
meriup menyejukkan relung batinku. Aku cukup puas dengan pagi ini. Aku ingin
terus hidup seperti ini. Walaupun ini hanya lamunan sesaat. Hari demi hari
berjalan dengan sangat cepat.
Usiaku
semakin hari semakin bertambah. Aku hampir tak bisa menikmati masa kecilku
dengan kenangan yang indah. Apa yang ingin aku lakukan di masa itu terasa sulit
terpenuhi. Hanya mimpi dan angan – angan yang panjang yang takkan pernah
terwujud. Seandainya saja Dia tidak pergi meninggalkanku. Semua sudah
terlambat. Tak ada gunanya lagi untuk merenung di masa lalu. Dunia masih
berputar. Dan mungkin suatu saat nanti mimpiku yang tertunda akan terkabulkan.
Sungguh
melelahkan jika harus berjalan kaki dari tempatku bekerja sampai rumahku.
Setiap melewati jalan itu aku selalu teringat akan bayangan kecilku. Sejujurnya
aku tak tahu pasti apa yang aku lakukan disana. Tapi aku merasa Dia masih
berada di situ. Dari apa yang aku dengar dari orang sekitar tempat itu dulunya
sebuah rumah yang tak berpenghuni. Lalu kemudian dijadikan taman. Hari ini
terakhir kali aku melihat taman itu. Keesokan harinya aku tak melihat taman
bunga dan pepohonan yang cukup rindang.
# cerita ini berdasarkan kisah nyata
msa
No comments:
Post a Comment